Kecanduan Belanja, Kenali Gejalanya!
Berbelanja itu menyenangkan bagi kebanyakan orang karena bisa menjadi cara melepaskan diri dari kejenuhan menjalani rutinitas. Tapi, jika belanja sudah membuat seseorang kecanduan, hati-hatilah, karena itu berarti ada yang tidak beres dengan kondisi psikisnya.
Anda pernah melihat orang yang merasa dirinya harus belanja setiap saat, dan setelah memborong hampir seluruh isi toko sampai di rumah belanjaan itu kadang hanya disimpan begitu saja di lemari tanpa dibongkar, seolah tak ada bekas sedikit pun gairahnya yang tadi menyala-nyala saat di pertokoan?
Bila ya, maka kenalan atau famili Anda itu boleh dicurigai mengalami gangguan kejiwaan yang disebut pecandu belanja (compulsive shoppers), yang secara populer sering disebut shopaholic; mirip dengan workaholic (kecanduan kerja) yang mencontek sebutan alcoholic bagi orang yang kecanduan alkohol.
Menjelang Natal dan tahun baru nanti, semua pusat perbelanjaan biasanya memasang pengumuman obral atau diskon. Pada masa-masa seperti itu, sudah pasti gairah belanja bakal meningkat. Apakah kita termasuk pecandu belanja? Tentu saja tidak, karena kebutuhan memang meningkat dan harga sedang murah pada saat itu.
Jika karena kesal pada rekan sekerja, suami/isteri, atau pada anak lantas kita ngabur ke pertokoan dan menghabiskan uang untuk belanja sepuas-puasnya, apakah itu juga menunjukkan gejala pecandu belanja? Tampaknya juga tidak.
“Kalau yang semacam itu hanya merupakan bentuk mekanisme penyesuaian diri, bukan masalah besar dan bukan termasuk gangguan psikologis,” ujar Jerrold Pollak, seorang psikolog di Amerika Serikat yang menangani terapi bagi orang-orang yang mengalami kecanduan belanja.
Hal paling penting yang membedakan seorang pecandu belanja dengan orang-orang yang sekadar menghibur diri dengan belanja atau belanja banyak menjelang hari raya, menurut Pollak, terletak pada bagaimana keinginan belanja itu menguasai dan mendominasi kehidupan seseorang.
Tanda-Tanda Kecanduan
Walaupun para pakar psikiatri mulai memasukkan compulsive shopping ini sebagai perilaku adiktif atau kecanduan, penyimpangan perilaku ini juga dimasukkan dalam kategori gangguan pada pengendalian dorongan hati (impulse-control disorder) seperti pada penjudi, pengutil (kleptomania), dan gangguan obsessive-compulsive (melakukan suatu tindakan berulang-ulang). Karena itu, mereka biasanya akan terus mengacaukan hidupnya, sampai pada suatu saat ada sesuatu yang membuat mereka melihat ada yang tidak beres.
Ada beberapa tanda yang dapat dilihat apakah seseorang memiliki gejala kecanduan belanja atau tidak.
1. Belanja membuat seseorang sangat bergairah, tapi kemudian mendatangkan perasaan bersalah, gelisah, atau depresi.
2. Seseorang merasa didesak untuk membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan atau tidak dapat dimanfaatkannya.
3. Banyak barang yang telah dibeli tidak dipakai atau dimanfaatkan, bahkan label harganya pun masih tergantung pada barang itu.
4. Orang tersebut berbohong atau menyembunyikan belanjaannya.
5. Belanja mengganggu pekerjaan atau merusak hubungannya dengan keluarga dan teman-teman.
Baju dan Elektronik
Di Amerika Serikat, menurut Prof. Donald Black dari University of Iowa yang pernah melakukan riset tentang kecanduan belanja, diperkirakan antara 2-8% orang dewasa (usia 30-an hingga 40-an tahun), pada umumnya perempuan, mengalami kecanduan belanja.
Mereka belanja biasanya sendirian, beberapa kali seminggu selama berjam-jam, bahkan pada waktu yang sempit sekalipun. Tapi, begitu semua yang diinginkan sudah terbeli, suasana hatinya segera berubah, dan rasa bersalah serta gelisah yang muncul.
Pecandu belanja yang kemudian merasa malu kadang-kadang segera kembali ke toko untuk mengembalikan belanjaannya itu pada hari yang sama. Mereka seperti orang yang mengalami bulimia, memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan karena merasa bersalah setelah makan.
Perempuan pecandu belanja biasanya menghabiskan uang untuk membeli pakaian, sepatu, dompet, dan parfum. Sementara pecandu belanja laki-laki cenderung memborong barang-barang elektronik, komputer, hingga barang-barang investasi. Dan mereka umumnya punya alasan yang sama: belanja untuk membangun rasa percaya diri atau menghilangkan stres/depresi.
Perlu Terapi
Gangguan kecanduan belanja ini umumnya berkaitan dengan masa kanak-kanak yang tidak bahagia. Biasanya karena merasa ditolak oleh orangtua, kurang diperhatikan, dan tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Oleh karena itu, ada kalanya para pecandu belanja membelikan banyak barang bagi anak-anaknya, supaya tidak mengalami seperti mereka dulu.
Jika ada di antara kenalan atau keluarga Anda mengalami gejala kecanduan belanja, sebaiknya segeralah ajak dia berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan pertolongan.
Sumber : www.gayahidupsehatonline.com
Kamis, 03 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar